Menjelang penutupan tahun anggaran, kinerja penerimaan pajak nasional menunjukkan dinamika yang kompleks, mencerminkan tantangan besar yang harus diatasi oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Realisasi hingga Oktober memperlihatkan kontras antara sinyal positif dari pasar tenaga kerja dan tekanan berat dari target sisa, tingginya restitusi, serta kontraksi pada beberapa jenis pajak neto.
Direktorat Jenderal Pajak harus mengoptimalkan seluruh strategi penagihan demi mengamankan penerimaan negara. Pihak DJP menghadapi tugas berat mengumpulkan sisa penerimaan pajak senilai Rp 617,9 triliun dalam kurun waktu dua bulan terakhir tahun anggaran. Jumlah masif ini menuntut optimalisasi kinerja agar target pendapatan APBN dapat terpenuhi. Secara proaktif, DJP telah menunjukkan keseriusan dalam penegakan kepatuhan, di mana melalui tindakan penagihan utang intensif, DJP berhasil mengumpulkan Rp 11,48 triliun dari 104 Wajib Pajak (WP) yang menunggak. Keberhasilan DJP mencapai sisa target tersebut sangat penting bagi stabilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Meskipun menghadapi tekanan target, sektor tenaga kerja memberikan kabar positif. Peningkatan jumlah penduduk bekerja di Indonesia berhasil mendorong realisasi penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 secara bruto hingga Oktober. Penerimaan pajak atas penghasilan pekerjaan ini mengindikasikan adanya ekspansi di pasar tenaga kerja, memberikan sinyal positif bagi peningkatan daya beli dan aktivitas ekonomi.
Namun, kinerja penerimaan neto PPh tertekan oleh beberapa faktor. Realisasi penerimaan PPh Orang Pribadi (OP) dan PPh Pasal 21 secara neto mengalami kontraksi. DJP menjelaskan bahwa penurunan tersebut disebabkan oleh tingginya restitusi dan juga adanya peningkatan pemanfaatan fasilitas atau insentif perpajakan yang mengurangi basis pajak. Lebih lanjut, faktor utama yang menekan capaian bersih adalah lonjakan pengembalian pajak, di mana realisasi penerimaan pajak kumulatif hingga Oktober 2025 tercatat mengalami penurunan signifikan setelah dikurangi restitusi. Peningkatan jumlah restitusi pajak sebesar 36,4% menjadi faktor utama yang menekan capaian penerimaan bersih, menuntut analisis mendalam agar tidak mengganggu arus kas fiskal.
Dinamika penerimaan pajak nasional menunjukkan adanya kompleksitas, di mana upaya DJP dalam mengejar target mendesak harus berhadapan dengan faktor struktural seperti lonjakan restitusi dan dampak kebijakan insentif. Pelaku bisnis dan investor wajib memahami tantangan sisa target yang besar dan keseriusan penegakan kepatuhan. Pemahaman terhadap dinamika pasar dan regulasi perpajakan yang berlaku mutlak diperlukan untuk pengambilan keputusan strategis yang tepat.